Breaking News

Sabtu, 14 Maret 2020

KEPEMIMPINAN DIMULAI DARI USIA DINI

KEPEMIMPINAN DIMULAI DARI USIA DINI
Muhammad Ridha, S.Pd
SMPN 2 Sungai Raya



Setiap manusia yang dilahir kedunia adalah sebagai pemimpin (khalifah). Manusia sebagai makhluk yang sempurna melebihi sebuah perangkat komputer. Keluarga merupakan pendidikan utama yang harus dikembangkan sebelum anak-anak meranjak ke dunia masyarakat. Apabila sebuah keluarga bagus dalam mendidik anaknya dan menyempatkan waktu luang untuk duduk dan bercengkrama dengan anak-anak kita sebagai calon-calon pemimpin di masa yang akan datang.
Kepemimpinan perlu dibimbing dan dipupuk agar menjadi seorang yang kedewasaannya dapat menjadikan manusia seutuhnya. Namun sekarang ini para orang tua sangat sedikit sekali mengajak anaknya berkomunikasi dan berkumpul untuk dapat menyusun suatu rencana atau membuat suatu keputusan. Membuat suatu keputusan dalam acara maulid misalnya, kita coba bertanya kepada anak kita menu apa yang akan kita sediakan di acara maulid.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Bila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Soekarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Tingkat terendah dalam kepemimpinan yaitu memimpin diri sendiri. Hal terkecil dalam memimpin diri sendiri pada usia dini seperti anak sudah tau yang mana mainannya dan akan marah apabila mainan itu di ambil oleh orang lain. Sedangkan tingkat tinggi dari kepemimpinan yaitu, adanya rasa responsibility atau tanggung jawab pada diri sendiri dan orang lain.
Para Rasul Allah sebelum menjadi pemimpin umatnya mereka sudah dibekali jiwa kepemimpinan yang nantinya menjadi pengarah manusia pada waktu mereka besar. Sebagaimana Musa dan Muhammad serta para nabi lainnya. Pada awal kehidupan mereka telah berhasil menjadi penggembala kambing yang baik. Tujuannya tidak lain untuk mengambil pelajaran setelah berhasil mengendalikan binatang ternak, maka selanjutnya adalah berhasil mengurus anak cucu Adam dalam mengajak, memperbaiki dan mendakwahi mereka.
Dalam pekerjaan mengembala kambing terdapat pelajaran membiasakan diri untuk sifat menyantuni dan mengayomi. Tatkala mereka bersabar dalam mengembala dan mengumpulkannya setelah terpencar di padang gembalaan, mereka mendapat pelajaran bagaimana memahami perbedaan tabiat umat, perbedaan kemampuan akal. Dengan perbedaan tersebut maka yang membangkang mesti ditindak tegas dan yang lemah mesti disantuni.
Hal ini memudahkan bagi yang memiliki pengalaman seperti itu untuk menerima beban dakwah dibandingkan yang memulai langsung dari awal. Itulah awal pembelajaran bagi para Nabi dengan cara menghadapi tabiat yang berbeda, ada yang lemah, ada yang pincang dan bermaksud mendaki gunung, ada yang tidak mampu untuk melintasi lembah. Dari situ, dia mempelajari bagaimana meraih keinginan yang beragam sebagai pengantar untuk mengenal manusia dengan tujuan dan maksud yang juga beragam. Para Nabi mengembala kambing semenjak mereka kecil dan mereka menyandarkan kehidupan mereka melalui usaha mereka, memberikan pesan tentang pentingnya seorang pemimpin menggantungkan dirinya kepada Allah SWT dan tidak menggantungkan hidupnya pada belas kasian orang lain.
Jika seseorang menyandarkan dirinya kepada orang lain, maka ia akan menjadi lemah, sementara dakwah tidak mengenal hal tersebut. Seorang pemimpin mesti menjauhkan dirinya dari pemberian dan sedekah orang lain.
Nabi Muhammad ketika usia beliau 12 tahun, nabi Muhammad saw diajak pamannya Abu Thalib berdagang ke Syam. Saat sampai ke Bashra mereka bertemu seorang pendeta bernama Bahira, ia adalah seorang pendeta Nasrani yang sangat ahli tentang Injil. Ketika ia melewati nabi Muhammad saw, ia mengamatinya dan mengajaknya berbicara. Beberapa saat kemudian Bahira menoleh kepada Abu Thalib dan bertanya, “Apa kedudukan anak ini di sisimu?” Jawab Abu Thalib, “Ia anakku.” (Abu Thalib selalu memanggil nabi Muhammad saw sebagai anaknya, karena kecintaannya yang sangat pd beliau), Bahira berkata, “Dia bukan anakmu, karena tidak mungkin ayah anak ini masih hidup.” Abu Thalib terkejut dan berkata, “Ia anak saudaraku.” Maka tanya Bahira lagi, “Bagaimana kondisi ayahnya?” Abu Thalib menjawab, “Ia meninggal saat ibu anak ini mengandungnya.” Kata Bahira, “Kali ini jawaban Anda benar! Bawalah anak ini pulang dan jaga dia dari orang Yahudi. Karena kalau mereka melihat dia di sini, pasti akan dicelakakannya. Sungguh putra saudaramu ini kelak akan berurusan dengan sebuah perkara yang sangat besar” Maka Abu Thalib cepat pulang kembali ke Makkah.
Untuk melahirkan seorang pemimpin salah satunya melalui pengkaderan. Pengkaderan adalah sebuah sistem yang terdiri dari beberapa tahapan untuk menanamkan nilai moral dan peningkatan sumber daya manusia disuatu organisasi guna mencapai tujuan bersama. Akan tetapi problemnya terletak pada para senior yang kurang memahami arti pengkaderan. Arti pengkaderan adalah mengkader manusia menjadi “manusia seutuhnya.” Manusia yang cerdas secara akademis, juga secara organisatoris. Kita tidak bisa menyalahkan langsung para seniornya (kasus) yang tidak memahami hakekat ini. Semua ini bermula dari paradigma yang terbangun di benak sang senior dalam hal ini orang tua. Namun, dilingkungan mahasiswa, jika seniornya seorang aktivis, maka tentunya para mahasiswa baru akan diarahkannya menjadi aktivis mahasiswa yang cerdas, kritis dan kreatif.
Alangkah indahnya apabila setiap orang tua atau guru menerapkan kepemimpinan melalui ketauladanan bukan hanya melalui perintah dan tugas. Mulailah dari sekarang juga memperisapkan diri menjadi pemimpin, minimal menjadi pemimpin bagi diri sendiri agar tidak terjerumus ke hal-hal negatif dan menyimpang.

2 komentar:

Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog