Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan bidang studi yang
bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang keilmuan, dengan bidang
kajian yang mutidimensional sebagai integrasi dari disiplin ilmu politik,
hukum, pendidikan, psikologi, dan disiplin ilmu lainnya yang dapat mendukung pembentukan
warga negara yang baik. Namun secara filsafat keilmuan ia memiliki ontology
pokok ilmu politik khususnya konsep “political democracy” untuk aspek “duties
and rights of citizen”(Chreshore:1886). Dari konsep inilah kemudian berkembang konsep “Civics”,
yang artinya warga negara pada jaman Yunani kuno, yang kemudian diakui secara
akademis sebagai embrionya “civic education”, yang selanjutnya di
Indonesia diadaptasi menjadi “pendidikan kewarganegaraan” yang sekarang menjadi
muatan kurikulum.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu bidang pendidikan keilmuan yang
merupakan pengembangan “citizenship transmission”. Pada saat ini sudah berkembang
pesat suatu “body of knowledge” yang dikenal dan memiliki paradigma
sistemik yang didalamnya terdapat tiga domain “citizenship education” yakni:
domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural” (Winataputra:
2001) Ketiga domain itu satu sama lain
memiliki saling keterkaitan struktural dan fungsional yang diikat oleh konsepsi
“civic virtue and culture” yang mencakup “civic knowledge, civic disposition,
civic skills, civic confidence, civic commitment, dan civic competence”
(CCE:1998). Oleh karena itu, ontologi Pendidikan
Kewarganegaraan
saat ini sudah lebih luas dari pada embrionya sehingga kajian keilmuan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, program kurikuler Pendidikan
pancasila dan Kewarganegaraan, dan aktivitas social-kultural Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan benar-benar bersifat multifaset/multidimensional.
Sifat multidimensionalitas inilah yang membuat bidang studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dapat disikapi sebagai: pendidikan
kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral, pendidikan
kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hokum dan hak asasi manusia,
dan pendidikan demokrasi.
Di
Indonesia, arah pengembangan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tidak
boleh keluar dari landasan ideologi Pancasila, landasan konstitusional UUD
NRITahun 1945, dan landasan operasional Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk persekolahan
sangat erat kaitannya dengan dua disiplin ilmu yang erat dengan kenegaraan,
yakni Ilmu Politik dan Hukum yang terintegrasi dengan humaniora dan dimensi
keilmuan lainnya yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran
di sekolah. Oleh karena itu, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di
tingkat persekolahan bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai
warga negara yang cerdas dan baik (to be smart dan good citizen). Warga negara
yang dimaksud adalah warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat
dimanfaatkan untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Tujuan
akhir dari pendidikan pancasila dan kewarganegaraan adalah warga negara yang
cerdas dan baik, yakni warga negara yang bercirikan tumbuh-kembangnya kepekaan,
ketanggapan, kritisasi, dan kreativitas social dalam konteks kehidupan
bermasyarakat secara tertib, damai, dan kreatif. Para peserta didik
dikondisikan untuk selalu bersikap kritis dan berperilaku kreatif sebagai
anggota keluarga, warga sekolah, anggota masyarakat, warga negara, dan umat
manusia di lingkungannya yang cerdas dan baik. Proses pembelajaran diorganisasikan
dalam bentuk belajar sambil berbuat (learning by doing), belajar memecahkan
masalah sosial (social problem solving learning), belajar melalui perlibatan
sosial (socio-participatory learning), dan belajar melalui interaksi sosial-kultural
sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar